Yuhuhu... sudah lama blog saya mati
suri dan akhirnya bisa posting tulisan lagi. Kali ini saya ingin berbagi
pengalaman tentang Youth Inniatives and Civic Engagement (yang
diadakan oleh PAMFLET, Sekitarkita, dan UNESCO. Nah, jangan kira pamflet itu
sejenis kertas selebaran yang dibagi-bagiin buat promosi produk dan jasa ya.
Pamflet yang ini beda dan BEYOND!
Pamflet adalah.... (silahkan lihat
gambar di bawah ini)
Sumber gambar: http://pamflet-info.tumblr.com/
Udah jelas kan apa itu Pamflet? Nah, saya mau ngucapin terima kasih banyak
pada sobat Pamflet yang udah memberi saya kesempatan untuk mengikuti pelatihan
inisiatif anak muda pada tanggal 15 sampai 19 Februari 2013. Disana, saya jadi
dapat ilmu, teman, dan pengalaman baru.
Pelatihannya gratis+makanan bergizi dan lezat+uang Transport taxi dari bandara kelokasi
PP + Tiket Pesawat PKU-JKT - JKT - PKU PP+tidur di penginapan galeri 678 Kemang - Jakarta selatan yang nyaman.
Mantaaaap! Jangan ngiri lu pade ye.. (heheu)
Rasanya beruntung banget bisa ikut
gabung di pelatihan ini. Bayaningin aja, yang ikut pelatihan ini cuma 25 orang
yang disaring dari 1035 pendaftar. Saya
merasa senang, terharu biru, tersedu-sedan bisa menjadi salah satu peserta yang
terpilih (Maap..lg LEBAY). Nama saya ada diurutan ke 25
Sumber gambar : http://pamflet-info.tumblr.com/
However, that is not the main point! Yang paling penting adalah ilmu
yang saya dapatkan selama pelatihan ini. YICE berlangsung selama 5 hari di Galeri
678 Kemang dan 1 hari Konsultasi Nasional di Akmani Hotel. Daripada berlama-lama
mending langsung aja saya ceritakan ya. Let’s check it out!
Hari Pertama
Hari pertama ini selayaknya malam
pertama (ups... emangnya udah pernah ya?). Para peserta masih malu-malu tapi
pingin àdiajak kenalan. Setelah sesi
perkenalan, diikuti oleh sharing session tentang harapan para peserta
selama mengikuti training dan pembuatan peraturan. Lalu, acara YICE dibuka oleh
Mr. Michael dan Mr. Charaf dari UNESCO.
Kak Aquino, sebagai Founder-nya Pamflet, mengisi
sesi pertama tentang permasalahan
sosial di sekitar kita. Contohnya,
fenomena anak jalanan dan perkosaan perempuan di angkot. Para peserta berusaha mengidentifikasi akar masalah dan
solusi yang ditawarkan untuk mengatasi hal-hal tersebut. Diskusi yang aktif
diantara para peserta membuat sesi ini bertambah seru dan hidup.
Setelah itu, para peserta bermain game
strata sosial. Disana, setiap peserta memiliki peran masing-masing. Ada yang
jadi wong sugih (orang kaya), wong menengah (orang menengah), dan
wong melarat (orang miskin). Apesnya, saya kebagian jadi petani yang
punya 4 anak, 1 istri, 1 petak sawah dan
uang pas-pasan. Otomatis, saya masuk kategori wong melarat yang berjuang untuk
nyari uang (poin). Meski hanya main game, saya agak kesulitan dapat uang
karena sudah dikuasai oleh wong sugih dan wong menengah.
Hehe... meski cuma permainan, tapi
ini nampol-nampol (nampar-nampar) pipi kita lo saudara-saudara. Betapa kita
selama ini sering terkungkung oleh struktur dan sistem yang dibuat oleh
pemegang kekuasaan. Trus kita gak berdaya dan seringkali nurut saja. Padahal hal ini sangat merugikan kita semua.
“Oleh karena itu, gerakan sosial
sangat diperlukan untuk mengubah struktur sosial di masyarakat”, kata kak
Aquino.
Setelah game ini selesai, ada
presentasi dari setiap grup. Para peserta berusaha mengidentifikasi mengapa
orang kaya tetap kaya, orang misin tetap miskin, apa akar masalahnya, dan
solusinya. Banyak refleksi dan hikmah yang saya dapatkan dari game ini.
Contohnya, kenapa orang miskin gak bisa menambah penghasilan mereka. Ya mungkin
karena harus menghidupi banyak anak dan kurang berusaha.
Lanjuuut.... sesi kedua oleh Pak
Charaf dan Pak Michael dari UNESCO. Mereka ingin mendengarkan dari para peserta
YICE tentang apa yang diinginginkan oleh Bangsa
Indonesia setelah tahun 2015. Hal ini dalam rangka evaluasi Millenium
Development Goals yang biasa disingkat MDGs. Oh ya, sebelumnya sudah tahu
tentang MDGs apa belum, ya? Well, MDGs yaitu gol yang ingin dicapai oleh
UNESCO sebelum tahun 2015. Contohnya Pendidikan untuk semua, konservasi
lingkungan,kesehatan ibu dan bayi, kesetaraan jender, dan masih banyak
lagi.
“We want to know what goverment has
done, what hasn’t done, what should be done “ said Pak Michael.
(Kita pingin tahu apa yang sudah
dilakukan pemerintah, apa yang belum, dan apa yang harus dilakukan?, kata Pak
Michael)
Pada intinya, mereka pingin tahu
dari para peserta tentang kemajuan yang telah diperoleh, evaluasi, dan
konsultasi tentang MDGs. Mereka bertanya tentang apa saja yang ingin dicapai
oleh orang Indonesia di masa mendatang. Diskusi dengan Pak Charaf dan Pak
Michael lumayan menyenangkan, tapi aksen Bahasa Inggrisnya agak susah saya
ikuti. Hehe, tapi tetep ngerti dikit-dikit koq. Eh enggak lumayan banyak
deng.. (Apa sih ema... galau baget deh...).
Setelah pembahasan tentang MDGs, para
peserta diberi arahan bagaimana membuat rencana aksi (action plan). Pada
intinya membuat rencana aksi harus mengacu pada kebutuhan masyarakat,
terstruktur, fokus dan berdasarkan RISET. Jadi, rencana aksi kita gak sia-sia,
tepat sasaran, dan memberikan impact pada masayarakat. Ngebuat rencana
aksi gak bisa sembarangan bro.. sis.. Karena ada rumusnya yaitu ; SMART.
Spesific (spesifik), Measurable (dapat diukur), Achieveble ( dapat diraih),
Realistic (realistis), dan Timebound (ada tenggang waktunya).
Woosahh... buat rencana aksi menurut
saya lumayan ribet tapi tetep fun. Karena ada banyak hal yang harus
dipertimbangkan. Rencana aksi haruslah dimulai dari identifikasi masalah sosial
yang terjadi, struktur, akar masalah, agensi utama, interaksi agensi, dan
solusi. Nah loh.. nah loh.. ngerti gak loe? Hehe..
Hari pertama dijalani dengan lancar,
lalu diakhiri dengan sesi “Kepemudaan dalam Sejarah Indonesia” oleh kak Aria W.
Yudhistira. Ya, inti dari sesi ini yaitu pemuda sebagai agen perubahan di tiap
zaman. Coba kita flashback lagi
dalam sejarah Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda, Pemuda Orde Baru, dan Pemuda tahun
’45 yang revolusioner dan penuh vitalitas. Betapa mereka sangat gigih dan kekeuh
dalam zaman penjajahan yang serba susah.
“Ciri khas pemuda tahun ‘20 itu suka
berdebat dan membaca. Mereka kalau debat bisa 3 hari 3 malam. Kalau kalah
debat, pulang lagi ke rumah untuk baca lebih banyak buku,” kata Kak Aria
Ce’ileh... kalau saya baca buku 1 lembar saja kadang sudah ngantuk,
apalagi kalau gak ada gambarnya. Haha. Setelah itu, Kak Aria membahas tentang
kondisi pemuda ’45, pemuda pada masa orde baru, dan perbedaan definisi remaja,
alay, dan pemuda. Nah... sesi ini yang agak mengundang tanya dan perdebatan.
Tapi tetap seru dan penuh khasanah ilmu. Acara hari pertama berakhir dengan
sukses dan lumayan capek.
Bersama Kak Aria (tengah atas),
Sobat Pamflet, dan teman-teman
Sumber foto : Imam FR Kusumanginati
Hari Kedua
Seperti biasa, acara dimulai dengan ice
breaking dan refleksi hari pertama. Sesi ini lumayan seru dan melepas penat
saya di pagi hari sehingga lebih bersemangat untuk mengikuti YICE di hari kedua ini. Sesi pertama dimulai oleh
sesi Aktivisme. Disini setiap peserta dapat berbagi semu hal yang mereka
lakukan untuk perubahan sosial. Salah satunya si Donie, dari Bali, dengan
komunitas Anak Alam. Komunitas ini fokus kepada pendidikan anak-anak sekolah di
desa-desa terpencil di Bali. Mereka berusaha menularkan kesadaran untuk berbagi dan memperjuangkan kesetaraaan fasilitas
pendidikan di desa terpencil.
Ada lagi, mbak siapa ya namanya...
(maap lupa). Dia menceritakan tentang perjuangannya dan organisasinya dalam
memutus “lingkaran setan” di daerahnya. Banyak ibu-ibu di daerahnya pergi
mencari nafkah di negeri orang (TKW), para suami hanya diam di rumah dan
bertumpu pada hasil panen, dan anak-anak mereka dititipkan pada neneknya. Hal
ini terjadi berulang-ulang dari generasi ke generasi. Saya yang mendengar hanya
bisa mengelus dada, semoga perjuangan mbak membuahkan hasil ya. Pokoknya,
sharing dengan para peserta sangat menyentuh dan penuh dengan unsur
“perjuangan” dan “pengorbanan”. Hiks..hiks..
Oh ya, selain nangis bombay, ada yang spesial di hari kedua ini lo...
yaitu game unik yang sampai sekarang saya selalu terpingkal-pingkal
kalau mengingatnya. Game-nya ada dua; yaitu “ mengambil coklat “ dan “
labelling “.
Game yang pertama yaitu “mengambil
coklat”. Peserta dibagi dalam beberapa grup. Tugas grup adalah berusaha
melindungi coklat yang berada di tengah-tengah mereka. Tantangannya, coklat
dari tiap grup akan berusaha diambil oleh satu orang dari luar grup mereka.
Alhasil, banyak coklat yang terambil dengan cara merampas, bukan meminta dengan
baik-baik. Refleksi dari game ini, terkadang kita lemah dalam melindungi
kekayaan alam kita, sementara orang-orang dari luar selalu berusaha merebutnya
dengan cara yang illegal.
Game yang kedua yaitu labelling.
Setiap peserta ditempel beberapa tulisan di dahi mereka, tetapi mereka tidak
boleh tahu tulisan apa yang tertempel disana. Setiap peserta harus mencari tahu
siapa mereka melalui penjelasan dari peserta lainnya. Yah... saya heran ketika
peserta lain melihat tulisan yang ada di dahi saya, mereka tertawa
terpingkal-pingkal. Saya bertanya pada mereka.. siapa saya? Lagi-lagi mereka
hanya tertawa dan tidak bisa menjelaskan tulisan apa yang ada di dahi
saya.
Karena tidak sabar dan kepo, saya
langsung saja membaca tulisan di dahi saya. Alhasil, tulisan yang tertempel di
dahi saya adalah “Orang Cabul”. Saya tertawa sendiri dan bisa menyimpulkan
ketika teman saya berinisial “R” memberi penjelasan dengan gaya “ push” ke
depan dan belakang. Refleksi dari game ini, jangan suka melabeli
seseorang dengan hal-hal negatif seperti stereotype (menganggap negatif
orang dari suku atau etnis tertentu) dan prejudice (buruk sangka) karena
hal-hal tersebut dapat memicu disintegrasi bangsa.
Setelah game seru ini selesai, sesi
selanjutnya adalah Resouce Mobilization oleh Bapak Eko Komara. Beliau
membahas tentang sumber daya apa saja yang dapat dimaksimalkan untuk
memaksimalkan inisiatif anak muda.Sumber daya
tersebut dapat berupa manusia dan barang. Kalau manusia, sumber dayanya
adalah kemampuan, pengetahuan, dan konsep yang mereka miliki. Tapi kalau
barang, bisa berupa uang, informasi, benda material, dan energi.
Dari penjelasan beliau, saya
mendapatkan banyak pengetahuan baru tentang apa itu BCO, NGO, LSM, community
Foundation, dll. Beliau memberikan wejangan tentang pentingnya membangun
organisasi yang membuat para anggotanya bangga. Jangan membentuk organisasi
yang orientasinya uang dan cenderung terburu-buru untuk ekspansi tanpa
menguatkan bagian dalam tim. Beliau juga mengingatkan tentang pengelolaan
voluntir. Seringkali, para voluntir dilupakan dalam struktur organisasi.
“Para voluntir harus diberi tugas supaya gak pergi, mengelola
organisasi itu adalah seni, “ kata Pak Eko.
Setelah sesi dengan Pak Eko selesai,
lanjut pembahasan tentang HAM, Gender, dan Diskriminasi oleh kak Aquino. Di
sesi ini, Kak Aquino membahas tentang apa itu HAM. Beliau memaparkan bahwa Ham
adalah hak yang dimiliki oleh setiap orang akibat kecendrungan baik. Seperti
yang kita lihat, manusia cenderung menjaga keberlangsungan hidupnya, menghisap
energi lain, selalu rindu untuk tumbuh, dan cenderung menyatu dan memisahkan
diri. Kecendrungan manusia itu dapat menjamin pengakuan, penghargaan, dan
perlindungan. Pelanggaran HAM hanya terjadi hubungannya antara negara dan warga
negara.
Sesi pembahasan HAM diakhiri dengan
kompetisi debat oleh 3 kelompok berbeda. Mereka harus memilih beberapa hak
asasi yang telah ditempel di papan. Hak asasi disini contohnya hak untuk
berekspresi, hak untuk bebas dari hukuman mati, hak mendapatkan pendidikan
hingga minimal SMA, dll. Menurut saya, sesi terakhir ini adalah yang paling
seru, karena grup saya mampu mempertahankan hak-hak asasi yang telah dipilih
dan menjawab semua pertanyaan dengan logis. Alhasil, grup 3 menjadi
pemenangnya... yeah!!
Hari Ketiga
Hari ketiga gak kalah seru...
peserta YICE dan panitia bersiap untuk ke Sanggar Anak Akar di daerah dekat
Cawang. Saat masuk ke sanggar Anak Akar ini, kami disambut oleh tarian Saman.
Jujur, saya sangat terpukau oleh kreativitas Sanggar Anak Akar. Mereka sangat
lihai dalam menyanyi dan menari. Setelah menikmati penampilan dari mereka, para
peserta YICE dan panitia bersiap ke lantai atas. Disana, kami semua dapat
bertanya apapun mengenai Sanggar Anak
Akar.
FYI, Sanggar Anak Akar adalah wadah untuk menampung kreativitas anak
jalanan. Sudah menampung sekitar 200 anak dan 30 lainnya diasramakan. Disini,
setiap anak dibekali hard skill dan soft skill. Perkembangan dan
kelanjutan setiap anak selalu dipantau dan tidak dilepas begitu saja setelah
keluar dari Sanggar Anak Akar.
Sayangnya, sanggar ini akan digusur untuk pembangunan tol Cawang. Oleh
karena itu, mereka melakukan fund raising berupa pertunjukan drama
musikal supaya bisa membeli sebidang tanah sebagai tempat yang baru.
Kunjungan ke Sanggar Anak Akar
Sumber foto : Afra Suci
Sharing session dan tanya jawab dengan para
pengurus Sanggar Anak Akar sudah selesai, lalu geng 678 turun ke lantai bawah
lagi untuk melihat drama musikal yang dilakukan oleh Sanggar Anak Akar. Wow...
mereka sangat memukau. Mereka berakting, menari, dan menyanyi dipadu dengan
dentuman musik yang harmonis. Setelah pertenjukan selesai, para penonton memberikan tepuk tangan . Yup, ada sedikit tanya jawab langsung ke anak-anak
Sanggar. Setelah tanya jawab selelsai, para peserta YICE pamit pulang untuk kembali ke galeri 678
Kemang.
Sesampainya di galeri 678, para
peserta menikmati coffee break dan dilanjutkan pembahasan tentang social
media oleh Pak Donny . Beliau
memiliki organisasi bernama “Internet
Sehat” dengan tagline “ Wise While Online, Think Before
Posting “ (bijak saat online, pikir dulu sebelum posting). Pak Donny juga
memberikan info-info mengenai riset
seputar internet di Indonesia. Bayangkan saja, ada 61,1 juta pengguna internet
di Indonesia dan 3,7 juta bloggers. Hal ini tentunya sangat bagus untuk
memperkuat jaringan dan memulai gerakan perubahan sosial melalui internet.
Lanjut mbak Maryam yang menjelaskan tentang advokasi
kebijakan. (ada yang tahu apa itu Advokasi Kebijakan? hehe) Advokasi Kebijakan
adalah perlawanan terhadap suatu kebijakan secara sistematis dan terorganisir.
Jadi, kalau ada kebijakan pemerintah yang dirasa kurang bijak, rakyat bisa
mengajukan advokasi kebijakan. Tapi advokasi kebijakan gak bisa selonong boy
aja. Ada langkah-langkahnya, strategi dan medianya. Langkah-langkah proses
legislasi kebijakan ada step-stepnya yaitu: proses legislasi perencanaan-penyusunan-pembahasan dan pengesahan-pengundangan-penyebarluasan.
Hmm... Hari ketiga telah dilalui
dengan lancar, banyak hal baru yang membuka wawasan saya. Mulai dari kunjungan
ke Sanggar Anak Akar, Internet sehat oleh Pak Donny, hingga advokasi kebijakan
yang dibawakan oleh Bu Maryam. Semoga ilmu yang saya dapatkan memberikan
manfaat dan bisa saya aplikasikan di kehidupan sehari-hari.
Hari Keempat
Yeah... di hari yang keempat
ini, ada konsultasi nasional yang
digelar di Akmani Hotel, Jakarta. Saya, Aziz, Elin, dan Fidia bersama geng 678
lainnya bersiap-siap untuk menuju ke
tempat tujuan. Sayangnya, jalanan sempat macet dan membuat saya dan kawan-kawan
setaksi agak keki. Heheu. Tak apelah.. latihan sabar itu namanya. Akhirnya,
setelah hampir 2,5 jam di jalanan, kami sampai dan bersiap menuju ke ruang
pertemuan.
Di ruang pertemuan ini, banyak
wakil-wakil dari organisasi pemuda, UNESCO, UNFPA, dan dari pemerintahan yang
hadir. Disana dibahas tentang partisipasi anak muda dalam mekanisme
pemerintahan. Sudah bukan saatnya lagi, pemuda dianggap sebagai masalah oleh
pemerintah. Sebaliknya,pemuda adalah aset negara yang dapat diberdayakan
sebagai promotor bagi perubahan sosial.
Dalam forum tersebut, sobat pamflet
juga menyampaikan hasil penelitian mereka tentang organisasi pemuda yang ada di
Indonesia. Mereka melihat bahwa pemerintah masih belum bisa memenuhi kebutuhan
yang diperlukan oleh pemuda di Indonesia. Masalah utama terletak dari hal-hal
yang hanya didasarkan oleh asumsi sepihak. Selain itu, dukungan pemerintah
terhadap anak muda masih dirasa kurang. Terlebih lagi berkembangnya apatisme
dalam ranah politik di kalangan pemuda Indonesia.
Sobat Pamflet juga memaparakan
tentang kondisi anak muda yang ada di Papua. Organisasi anak muda di Papua
masih berbasis agama dan politik dan sulit untuk berkolaborasi. Jumlah penerita
HIV AIDS masih tinggi dan banyak yang tidak melanjutkan pendidikan. Kurangnya
inisiatif dari pemuda di Papua juga amat minim, sehingga perkembangan anak muda
di Papua kurang terlihat secara signifikan.
Selama mendengarkan riset dari sobat Pamflet, saya
merasa bahwa penelitian mereka sangat merefleksikan kondisi anak muda yang ada
di Indonesia dan patut menjadi acuan pemerintah untuk membuat undng-undang
kepemudaan. Selain konsultasi nasional, para peserta juga terlibat aktif
dalam sesi Focus Group Discussion. Dalam sesi FGD, para peserta diminta
untuk mengidentifikasi masalah sosial
yang terjadi di masyarakat, penyebab
terjadinya, serta solusi yang ditawarkan. Hasil dari pertemuan di forum ini akan dilaporkan dalam pertemuan
para stakeholders di Bali.
Di akhir sesi acara, para peserta
juga menyempatkan untuk berfoto ria bersama dengan teman-teman yang lainnya.
Sumber
gambar : Diba Saftri
Hari Kelima
Hari kelima berarti hari terakhir
dari rangkaian acra YICE. Seluruh peserta harus mempresentasikan rencana aksi
mereka pada pihak UNESCO dan sobat Pamflet. Segera saja, saya memaparkan
rencana aksi saya pada mbak Afra dan mbak Raviola dari Pamflet serta Pak
Charaf, Pak Richard, dan In Young dari UNESCO. Mereka memberikan masukan dan
saran untuk rencana aksi saya.
Oh ya, ada satu lagi yang berkesan
di hari terakhir ini. Setiap peserta dapat menempelkan pesan dan kesan pada
peserta yang lainnya. Nah.. ini dia pesan dan kesan dari teman-teman untuk
saya..
Sumber foto: Aquino Hayunta
Alhamdulillah.. acara demi acara YICE telah saya
lalui dengan lancar. Sebelum pulang ,saya menyempatkan diri untuk berpamitan
dengan peserta lainnya. Meski badan terasa pegal, tapi semua itu terbayarkan
dengan pengalaman yang saya dapatkan di YICE ini.
RT : Ema Julian






